Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia 2020, akan seperti apa ?
Oleh : Atin Susanti / EP 09
Perekonomian Indonesia pasca kemerdekaan, sekelumit
sejarah...
Indonesia, merasakan kemerdakaan dimana
negara-negara besar di dunia sudah saling bersaing dalam bidang industrinya.
Mereka sudah bisa menciptakan produk-produk berteknologi tinggi, sementara
negara kita masing berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan dari tangan
penjajah. Wajar, penduduk kita sebagian besar masih berada pada garis
kemiskinan saat itu.
Masa Pasca Kemerdekaan
(1945-1950)[1]
Keadaan ekonomi (keuangan)
Indonesia pada masa awal kemerdekaan amat buruk. Penyebabnya antara lain adalah
sebagai berikut :
a) Inflasi
yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang
secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI
menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De
Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan
Jepang.
b) Kemudian
pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East
Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang
dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang
kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang
Jepang.( Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar
mempengaruhi kenaikan tingkat harga.)
c) Adanya
blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu
perdagangan luar negri RI.
d) Kas
negara kosong.
e) Eksploitasi
besar-besaran di masa penjajahan.
Masa
Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal, karena
dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal.
Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang
menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah
dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina.
Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru
merdeka.
Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai
akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem
demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem
etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan
akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan
ekonomi (Mazhab Sosialisme).
Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi
yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi
Indonesia, antara lain :
a.
Devaluasi yang
diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang
kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp
100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
b.
Pembentukan
Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia
dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi
perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
c.
Devaluasi yang
dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1.
Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama,
tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi.
Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan
angka inflasi.
Jadi kesimpulannya sejarah bangsa Indonesia pasca kemerdekaan sangat buruk,bahkan bisa dikatakan pemerintah belum bisa menyanggah perekonomian yang terpuruk,dan ironisnya malah menambah kegagalan perkembangan ekonomi pada saat masa-masa tersebut.
Jadi kesimpulannya sejarah bangsa Indonesia pasca kemerdekaan sangat buruk,bahkan bisa dikatakan pemerintah belum bisa menyanggah perekonomian yang terpuruk,dan ironisnya malah menambah kegagalan perkembangan ekonomi pada saat masa-masa tersebut.
Indonesia hari ini, Overview..
Dari 234 juta penduduk Indonesia, saat
ini lebih dari 32 juta penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. Pertumbuhan lapangan kerja lebih
lambat daripada pertumbuhan penduduk. Layanan publik tetap tidak mencukupi berdasarkan
standar negara berpendapatan menengah. Indonesia pun mencatatkan prestasi buruk
dalam sejumlah indikator terkait kesehatan dan infrastruktur[2].
Semakin menurun, begitulah data
terbaru yang dilaporkan oleh World Economic Forum[3],
dalam laporan terbarunya yang bertajuk The Global Competitiveness Report
2012-2013. Dalam laporan tersebut, dicatat bahwa Indonesia mengalami penurunan
peringkat 46 di tahun 2011/2012 turun ke peringkat 50 di tahun 2012/2013.
Turunnya peringkat Indonesia dipengaruhi oleh kinerja beberapa indikator yang
melemah, terutama pada yang terkait dengan variabel “institusi”, yakni suap,
korupsi, etika perilaku perusahaan, kejahatan, dan terorisme. Selain itu,
infrastruktur juga masih belum menunjukkan perbaikan yang berarti. Akan tetapi,
seperti tahun-tahun sebelumnya, variabel makroekonomi tetap menjadi indikator
yang paling stabil dalam menopang daya saing Indonesia.
Dibawah ini disajikan data
terkait dengan The Most Problematic
Factor di Indonesia tahun 2009-2012
Dari tabel diatas, dapat dilihat
jika masalah terbesar yang dihadapi oleh Indonesia adalah masalah birokrasi
pemerintah, infrastruktur dan korupsi. Untuk konsep inefisiensi pada birokrasi
ini dikaitkan dengan relasinya terhadap dunia usaha. Dalam konteks dunia usaha
hal ini dianggap penting karena menyangkut keputusan investor untuk
berinvestasi. Birokrasi yang berantai terlalu panjang, peraturan yang tumpang
tindih, korupsi dan pungutan liar, kesemuanya berandil terhadap terbentuknya
suatu “ekonomi biaya tinggi” yang pada akhirnya menghambat laju pembentukan
investasi.
Untuk penjelasan mengenai masing-masing
pilar competitiveness Indonesia dan
tren dari tahun ke tahun disajikan dalam tabel dibawah ini :
Dari
tabel diatas dapat dilihat jika mayoritas setiap indikator mengalami penurunan
di tahun 2013. Hanya beberapa indikator yang menunjukan bahwa terdapat
kenaikan, yaitu indikator kesiapan teknologi, efisiensi pasar barang dan
kecanggihan bisnis.
Namun,
ditengah-tengah gejolak ekonomi di beberapa wilayah dunia yang masih terus
berlangsung, sepanjang tahun 2011
yang lalu Indonesia terlihat “sexy” dengan kestabilan dalam variabel
makroekonominya. Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Badan Pusat
Statistik, pertumbuhan Ekonomi Indonesia mencapai 6.5 persen dengan pembentukan
produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp 1.931,3
triliun. Secara kumulatif, PDB Indonesia pada 2011 berdasarkan harga berlaku
mencapai Rp 7.427,1 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan sebesar Rp
2.463,2 triliun.
Peningkatan
perekonomian ini juga berlanjut di tahun ini, berdasarkan data Juli 2012,
pertumbuhan perekonomian nasional diperkirakan sebesar 6 persen pada tahun 2012
dan 6,4 persen pada tahun 2013[4]. Dalam
hal stabilitas makro ekonomi, Indonesia telah berhasil mencapai banyak target
fiskal, termasuk secara signifikan menurunkan rasio utang terhadap produk
domestik bruto dari 61 persen di tahun 2003 menjadi 27,5 persen pada tahun
2009. Sementara itu defisit anggaran diproyeksikan hanyak 0,4 persen dari
produk domestik bruto tahun 2011[5].
Tidak
berhenti disitu, pada akhir agustus lalu Goldman Sachs Asset Management, sebuah perusahaan yang mengelola
dana investasi global yang berkantor di New York, Amerika Serikat,
memperkenalkan akronim baru yang menggantikan BRICS (Brazil, Rusia, India,
China, South
Africa) dengan MIST
(Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki). MIST, adalah negara-negara yang
tergolong pada empat pasar terbesar dalam Goldman Sachs N-11 (Next 11) Equity
Fund atau negara tujuan investasi terbesar didunia. Hal ini dianggap wajar
mengingat performa ekonomi makro Indonesia yang memperlihatkan kestabilan selama
krisis yang terjadi di belahan Eropa.
Dua hal yang bertolak
belakang, ketika daya saing Indonesia dilaporkan mengalami penurunan sementara
dilain pihak investment grade
Indonesia mengalami peningkatan. Namun, disinilah sebenarnya letak tantangan
untuk bangsa Indonesia, tantangan untuk mengisi kelemahan dengan kekuatan yang
ada sehingga dapat membuat peluang dan kesempatan untuk menjadi salah satu
negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar didunia.
Pertumbuhan
Ekonomi Indonesia 2020, sebuah opini pribadi.....
Perjalanan
perekonomian Indonesia yang dimulai pasca kemerdekaan hingga hari ini memberi
gambaran kepada kita apa yang bisa Indonesia capai dimasa depan. Berbagai prestasi yang dicapai Indonesia memang memberi
kebanggaan yang luar biasa. Apalagi saat ini, Indonesia sudah punya MP3EI sebuah
arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia
untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan
tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
2005 – 2025.
Melihat performa yang menakjubkan
tersebut, bisa diproyeksikan jika pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terus
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Sejalan dengan RPJPN 2005-2025 serta
pembukaan dokumen MP3EI yang menegaskan pada tahun 2025 Indonesia akan memiliki
pendapatan per kapita yang berkisar antara USD 14.250-USD 15.500 dengan nilai
total perekonomian (PDB) berkisar antara USD 4,0 - 4,5 triliun. Untuk mewujudkannya
diperlukan pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4 – 7,5 persen pada periode 2011
– 2014, dan sekitar 8,0 – 9,0 persen pada periode 2015 – 2025. Pertumbuhan
ekonomi tersebut akan dibarengi oleh penurunan inflasi dari sebesar 6,5 persen
pada periode 2011 – 2014 menjadi 3,0 persen pada 2025.
Apabila kondisi perekonomian yang
stabil tersebut terus dapat bertahan dari kemungkinan efek krisis perekonomian
yang terjadi di Eropa, maka dapat disimpulkan pertumbuhan ekonomi Indonesia
akan terus meningkat seiring meningkatnya jumlah investasi yang masuk kedalam
perekonomian. Selain itu, sektor UMKM yang menjadi tumpuan perekonomian
Indonesia saat ini juga diprediksi akan terus berkembang dari waktu ke waktu
yang pada akhirnya akan menggeser komposisi struktural Pendapatan Domestik
Bruto (PDB) Indonesia dari sektor pertanian ke sektor industri dan jasa di
tahun 2020.
Meruntut dari performa perekonomian
Indonesia masa lalu dan masa sekarang, jangan heran jika pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2020 akan mencapai titik 8-8,3
persen pertahun, perekonomian akan stabil dengan inflasi yang terkendali antara
3-4 persen, tingkat pengangguran akan semakin berkurang dan begitu pula dengan
tingkat kemiskinannya. Indonesia di masa depan akan menjadi salah satu negara
dengan pertumbuhan ekonomi terbesar yang dapat bersaing dengan negara-negara
besar sekelas China, Jepang dan Amerika Serikat. Apalagi jika semua program
yang tertuang dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
(MP3EI) dapat terlaksana dengan baik.
Namun sekali lagi, ini adalah
tantangan, tantangan untuk kita semua. Khususnya generasi muda yang dimasa itu
akan menjadi pemimpinnya. Bagaimana pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu dapat
mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, bagaimana pertumbuhan ekonomi
yang tinggi itu dapat mengurangi tingkat pengangguran, menekan tingkat
disparitas dan konvergensi yang terjadi diwilayah-wilayah “pinggiran”
Indonesia, bagaimana pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu dapat menjadi alat untuk pemerataan pembangunan dan
yang pasti bagaimana pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu dapat meningkatkan
kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya sekedar menjadi “angka”
yang tidak berarti apa-apa.
Semua “mimpi” itu akan terwujud jika kita semua
bekerja keras dan optimis dengan membenahi semua kekurangan-kekurangan yang selama
ini menjadi masalah di negara kita, percepat
pembenahan infrastruktur, perbaiki iklim investasi, reformasikan sistem
birokrasi yang panjang, berantasan korupsi, dan tingkatkan kualitas pendidikan.
Dengan begitu kita akan melihat Indonesia menjadi kekuatan ekonomi dunia pada
tahun 2020 dan seterusnya.
[2] Menurut laporan Bank Dunia,
September 2012
[3] Forum Ekonomi Dunia atau WEF
adalah sebuah yayasan organisasi non-profit yang terdiri dari pelaku bisnis,
cendekiawan politikus dan pemimpin masyarakat. Forum ini tidak hanya
berkecimpung di bidang ekonomi, namun juga bergelut di masalah penting lainnya
seperti lingkungan, kesehatan, dan pangan.
[4] Berdasarkan Laporan perekonomian
Indonesia yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia
[5]
Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Bank Dunia pada akhir 2011.
1 komentar:
Sudah berkali-kali saya mencari tempat yang menyediakan pesugihan,mungkin lebih dari 15 kali saya mencari paranormal mulai dari daerah jawa garut,sukabumi, cirebon, semarang, hingga pernah sampai ke bali ,namun tidak satupun berhasil, niat mendapat uang dengan jalan pintas namun yang ada malah kehabisan uang hingga puluhan juta, suatu hari saya sedang iseng buka-buka internet dan menemukan website dari KI SULTAN AGUNG sebenarnya saya ragu-ragu jangan sampai sama dengan yang lainnya tidak ada hasil juga, saya coba konsultasikan dan bertanya meminta petunjuk pesugihan apa yang bagus dan cepat untuk saya, nasehatnya pada saya hanya disuruh yakin dan melaksanakan apa yang di sampaikan KI SULTAN AGUNG, semua petunjuk saya ikuti dan hanya 1 hari alhamdulilah akhirnya KI SULTAN AGUNG membantu saya pesugihan dana gaib 5M yang saya tunggu-tunggu tidak mengecewakan, yang di janjikan cair keesokan harinya, kini saya sudah melunasi hutang-hutang saya dan saat ini saya sudah memiliki usaha sendiri di JOGJA, setiap kali ada teman saya yang mengeluhkan nasibnya, saya sering menyarankan untuk menghubungi KI SULTAN AGUNG di 085242892678 atau kunjungi websitenya agar lebih di mengerti www.rajauanggaib.com tidak lansung datang ke jawa juga bisa, saya sendiri dulu hanya berkonsultasi jarak jauh. alhamdulillah hasilnya sama baik
Posting Komentar